Wilayah Kelola Rakyat (WKR)

Secara definitif, Wilayah Kelola Rakyat (WKR) adalah sebuah sistem kelola yang integratif dan partisipatif baik dalam proses tata kelola, produksi, distribusi, dan konsumsi melalui mekanisme penyelenggaraan yang senantiasa memperhatikan fungsi sumber daya alam dan lingkungan sebagai pendukung kehidupan berdasarkan nilai dan kearifan setempat guna mewujudkan kemakmuran yang berkeadilan dan berkelanjutan.

Peta Sebaran WKR Provinsi Jambi

4 RANAH WILAYAH KELOLA RAKYAT

Tata Kuasa adalah sistem penguasaan wilayah kelola rakyat baik dalam relasinya secara struktural (dengan pemerintah, korporasi) maupun secara horisontal (antar masyarakat). Tata kuasa ini sangat terkait erat dengan aspek tenurial dimana sering kali terjadi tumpang tindih klaim atas suatu wilayah. Indikator proses advokasi atas wilayah kelola rakyat pada ranah ini dibatasi pada:

  • Proses pengorganisasian tahap awal di tingkat internal masih pada upaya memberikan pemahaman hak serta konsolidasi yang dilakukan secara parsial.
  • Posisi jaringan (eksternal) masih dominan dalam mempengaruhi pengambil kebijakan.
  • Masih fokus bergerak pada perjuangan untuk mendapatkan pengakuan hak tenur/ klaim atas wilayah kelolanya.

Tata Kelola adalah kaidah atau sistem untuk menjalankan dan mengendalikan atas ruang/wilayah kelola rakyat baik melalui tatanan nilai adat/lokal, maupun melalui tatanan aturan hukum formal yang telah disinergikan dengan nilai-nilai adat/lokal.

Dalam konteks keberlanjutan ruang kehidupan ini maka dalam penata kelolaan wilayah kelola rakyat harus memenuhi kaidah keseimbangan ekosistem dan jaminan keberlanjutan. Indikator pada proses advokasi pada sebagai berikut:

  • Pengakuan hak tenur (penguasaan dan atau pengelolaan) sudah mencapai kesepahaman dan kemufakatan baik secara defacto dan atau dejure.
  • Pengorganisasian sudah lebih inklusif, dalam arti seluruh komponen masyarakat sudah terlibat dan atau dilibatkan.
  • Sudah ada proses untuk menata wilayah kelolanya berdasarkan tata nilai adat/lokal dan atau tata aturan formal yang disinergikan dengan nilai adat/lokal.
  • Fungsi kerja internal masyarakat dan jaringan (eksternal) sudah semakin proporsional.

Adalah kaidah atau aturan dalam proses mengeluarkan atau menghasilkan suatu produk (sandang, pangan, papan, jasa dll.) yang berbasis pada potensi yang ada di wilayah kelola rakyat untuk meningkatkan taraf kesejahteraan warganya. Dalam prosesnya, tata produksi ditekankan untuk tidak meningkatkan resiko terhadap wilayah kelolanya, proses produksi harus melihat daya dukung lingkungan; tidak memunculkan masalah baru seperti limbah produk yang bisa menjadi sumber pencemar dll.

Dalam konteks ini juga diatur relasi komunitas (produsen) dengan pihak luar (konsumen). Indikator pada proses pengorganisasian pada ranah ini telah memenuhi beberapa hal berikut:

  • Sudah ada komoditi potensial yang mulai diproduksi dari wilayah kelolanya.
  • Sudah ada kelembagaan yang menangani urusan tata produksi baik untuk ke dalam maupun ke luar wilayah komunitas.
  • Pengorganisasian sudah mulai ditingkatkan pada upaya peningkatan kesejahteraan warga.

Merupakan kaidah atau sistem yang mengatur pola pemanfaatan/pemakaian produk dari wilayah kelolanya untuk kepentingan keberlanjutan kehidupan warga. Dalam tata konsumsi, ditekankan agar adanya pemahaman arti nilai dan fungsi ekosistem secara konprehensif sehingga dapat tercipta kultur atau budaya saling mengisi dan melindungi antara masyarakat dengan lingkungannya.

Indikator pada proses pengorganisasian pada ranah ini sebagai berikut:

  • Kelembagaan organisasi rakyat sudah berjalan mandiri.
  • Pemanfaatan wilayah kelola sudah menyentuh aspek ekonomi, ekologi dan sosial /etik secara berkelanjutan dan merata.
  • Sudah ada dukungan para pihak dalam berbagai bentuk yang memperkuat eksistensi masyarakat dan wilayah kelolanya.