Ilustrasi: Lahan gambut yang sehat. (Foto: www.pantaugambut.id) |
KBR, Jambi – Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Jambi menilai mayoritas perusahaan perkebunan di Provinsi Jambi tidak menjalankan program restorasi gambut.
Kalaupun ada yang menjalankan, prosesnya tidak sesuai dengan standar teknis dari Badan Restorasi Gambut (BRG).
Hal itu terungkap setelah Walhi Jambi melakukan pemantauan terhadap delapan perusahaan pemegang izin usaha perkebunan dan Hutan Tanaman Industri (HTI).
Perusahaan yang dimonitor itu merupakan sampel dari 60 lebih perusahaan perkebunan yang beroperasi di kawasan gambut di Jambi.
“Hampir seluruh kebijakan restorasi gambut tidak dijalankan. Kita memverifikasi, kita tanyakan ke perusahaan apakah mereka mempunyai sekat kanal. Dalam standar BRG (Badan Restorasi Gambut) sekatnya permanen dari beton atau kayu. Jika di musim hujan akan digali, di musim kemarau akan mereka tutup. Artinya menjaga tinggi air itu tergantung atas alat berat mereka. Artinya standar BRG tidak mereka gunakan,” kata Rudiansyah, Direktur Walhi Jambi kepada KBR, Selasa (3/3/2020).
“Kedua, perusahaan membuat sumur bor. Sumur bor (harusnya) dibuat di wilayah yang rentan kebakaran, tetapi yang perusahaan buat hanya di posko atau camp perusahaan saja,” lanjutnya.
Selain tidak membangun infrastruktur restorasi, Walhi Jambi juga menemukan banyak perusahaan tidak melakukan penanaman di lahan gambut.
“Perusahaan juga tidak memiliki program pemberdayaan masyarakat agar melakukan usaha tanpa merusak kawasan gambut,” tambah Rudiansyah.
Saat ini di Provinsi Jambi terdapat lebih dari 700 ribu hektare lahan gambut. Sekitar dua pertiganya dikuasai oleh perusahaan dan dijadikan perkebunan tanaman industri.
Menurut Direktur Walhi Jambi Rudiansyah, program restorasi gambut yang dijalankan BRG juga tidak menjangkau kawasan-kawasan berizin usaha tersebut.
Editor: Agus Luqman
Sumber :kbr.id