Puluhan massa yang mengatasnamakan Save Our Sisters Jambi melakukan aksi lawan kekerasan terhadap perempuan dan anak. Jika biasanya para demonstran melakukan aksi dengan orasi, teaterikal dan membaca puisi, kali ini ada sedikit perbedaan.
Hal tak biasa yang menarik perhatian banyak orang itu yakni, aksi damai dimulai dengan senam One Bilion Rising bersama di Simpang BI, Telanaipura, Kota Jambi, Kamis (8/3/2018).
Senam One Bilion Rising atau jika disingkat menjadi OBR, adalah sebuah bentuk ekspresi kaum perempuan sebagai simbol perlawan segala bentuk penindasan terhadap mereka. Lahirnya momentum Hari Perempuan Internasional (HPI), juga berkaitan erat dengan lahirnya gerakan buruh perempuan di Amerika.
Maka momentum inilah yang diperingati setiap satu tahun sekali di seluruh dunia. Sama halnya di Jambi, SoS Jambi yang meliputi berbagai kalangan masyarakat juga memperingati HPI dalam bentuk aksi damai.
Usai senam bersama, massa aksi long marc menuju kantor Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) dan Gedung Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi Jambi.
Di depan kantor P2TP2A mereka menyampaikan beberapa tuntutan, terutama persoalan yang paling bersentuhan dengan lembaga bentukan pemerintah tersebut.
Ida Zubaida, salah satu inisiator SoS Jambi mengatakan, bahwa semakin meningkatnya kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak di Jambi, salah satu faktor terbesarnya karena minim fasilitas pelayanan di kota maupun di desa. SoS meminta agar P2TP2A Jambi meningkatkan pelayanan hingga ke pelosok-pelosok Desa yang ada di Jambi.
“Belajar dari kasus Wahono yang hanya dihukum satu tahun, kami menilai bahwa masih lemah jangkauan pelayanan di kota. Padahal, presiden Jokowi sudah memberi intruksi hukum berat pelaku kekerasan seksual terhadap anak. Kita ingin pemberdayaan perempuan juga meningkatkan pelayanan,” ujarnya.
Sementara Rika Oktavia, Kabid Pemberdayaan Perempuan P2TP2A provinsi Jambi, tidak dapat menyangkal apa yang disampaikan demonstran. Dirinya mengatakan bahwa pihaknya mendukung dan mengapresiasi aksi tersebut.
Dia juga menyampaikan jika dalam tahun ini akan mendorong Peraturan Daerah Provinsi Jambi yang mengatur tentang Perlindungan Perempuan dan Anak.
“Semua kita menginginkan adanya perbaikan bagi perlindungan perempuan dan anak. Tolong bantu kami untuk menggiring kami membuat perda perlindungan perempuan dan anak. Kami sadari kami tidak bisa sendiri. Apa pun bentuk aksinya saya sangat menghargai dan mengapresiasi,” tutur Rika.
Selanjutnya di Gedung DPRD Provinsi Jambi, SoS mendesak agar Dewan Perwakilan Rakyat segera mengeluarkan surat edaran untuk menghentikan tes keperawanan yang masih diberlakukan di beberapa instansi pemerintah.
Mereka menilai bentuk diskriminasi terhadap kaum perempuan, karena kehilangan keperawanan tidak hanya dapat disebabkan oleh hubungan seksual. Kemudian juga bagaimana jika hal itu terjadi dengan cara pemerkosaan, tidak ada yang rela dirinya diperkosa dan kehilangan keperawanan.
Tapi sayang, setibanya di DPRD, tak ada satupun angota dewan yang menyambut dikarenakan para dewan sedang melajalankan tugas diluar.
Salah satu aktivis lingkungan WALHI Jambi, Abdullah mengatakan, bahwa korporasi juga salah satu aktor dan pelaku kekerasan terhadap perempuan, hilangnya hak perempuan akibat aktivitas perusahaan juga harus menjadi perhatian penting untuk kita semua.
“Eksploitasi sumber daya alam oleh industri ekstraktif seperti pertambangan batubara, perkebunan kelapa sawit dan hutan tanaman industri (HTI), menyebabkan hilangnya sumber sumber pangan masyarakat, tercemarnya sumber air tentunya akan berdampak bagi kesehatan kaum perempuan. Kemudian kaum perempuan yang bekerja sebagai buruh di sektor industri juga rentan terhadap pelecehan seksual,” kata Abdullah salah satu aktivis WALHI Jambi di dalam orasinya.
Senada, Ida Zubaida saat diwawancara juga mengatakan hal yang sama. Dari hasil study di lapangan, ternyata program-program pembangunan di desa-desa itu perlu dicroschek kembali.
“Kita menemukan langsung keberadaan tambang itu justru mematikan tanaman-tanaman pangan yang selama ini dikelola oleh perempuan, misalnya tanaman padi dan tanaman sayur,” jelas Ida.
Selanjutnya, kehadiran perusahaan tambang malah membuat sumur di sekitar kawasan tambang menjadi kering, sehingga perempuan kesulitan mendapatkan air, sementari sumur-sumur yang ada juga sudah tercemar. Imbasnya yang lebih banyak itu dirasakan oleh perempuan, karena perempuan lebih banyak membutuhkan air dibanding laki-laki.
Dari pantauan awak media di lapangan, aksi damai itu berlangsung tertib dan teratur, bahkan lagi-lagi sebelum mereka membunarkan diri terlebih dulu melakukan senam OBR di depan Gedung DPRD Jambi. Terlihat beberapa anggota Satpol PP perempuan juga ikut senam berasama masa aksi.
Sumber : nuansa jambi