Menguak kontroversi pengesahan RUU TNI

Pada tanggal 20 Maret 2025, Pemerintah bersama dengan DPR RI telah mengesahkan RUU (Rancangan Undang-Undang) TNI untuk merevisi UU No. 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia, berdasarkan surat Presiden Nomor R12 Tahun 2025 tanggal 13 Februari 2025. RUU TNI ini telah mengalami penolakan sejak masih dalam bentuk usulan. Pembahasan RUU TNI ini dilakukan secara tertutup di sebuah hotel mewah dalam waktu dua hari saja, tanpa adanya partisipasi dari rakyat terhadap RUU tersebut. Koalisi masyarakat sipil melakukan aksi protes dengan masuk ke dalam ruang rapat, namun harus berakhir dengan laporan ke polisi.

Mengapa RUU TNI ini ditolak?

Banyak penolakan timbul dari masyarakat, praktisi, dan organisasi masyarakat yang dengan keras menolak UU TNI nomor 34 tahun 2024 ini. Salah satunya adalah Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) dan organisasi masyarakat sipil lainnya. Penolakan ini bukan tanpa alasan, protes keras terkhusus juga pada Pasal 47 Ayat 2. WALHI dan Koalisi Masyarakat Sipil menduga ada usulan penambahan frasa pada Pasal 47 Ayat 2. Mereka menilai bahwa perluasan jabatan-jabatan sipil yang dapat diduduki oleh perwira TNI aktif dapat membuka ruang kembalinya Dwi Fungsi ABRI seperti yang pernah dipraktikkan di era rezim otoritarian Orde Baru. Penting diingat, pada masa Orde Baru, dengan dasar doktrin Dwi Fungsi ABRI, militer terlibat dalam politik praktis, termasuk menduduki jabatan-jabatan sipil di kementerian, lembaga negara, DPR, kepala daerah, dan lainnya. Dengan demikian, upaya perluasan jabatan sipil yang dapat diduduki oleh perwira TNI aktif dalam draft revisi UU TNI dapat membuka ruang baru bagi TNI untuk berpolitik. Hal ini tentunya menjadi kemunduran bagi jalannya reformasi dan proses demokrasi tahun 1998 di Indonesia yang telah menempatkan militer sebagai alat pertahanan negara.

Lebih jauh, adanya upaya perluasan ruang bagi perwira TNI aktif untuk menduduki jabatan sipil tidak lebih dari langkah untuk melegalisasi kebijakan yang selama ini keliru, yaitu banyaknya anggota TNI aktif yang saat ini menduduki jabatan-jabatan sipil seperti di Badan Nasional Penanggulangan Bencana, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, dan bahkan di Badan Usaha Milik Negara. Ombudsman RI sendiri mencatat setidaknya sebanyak 27 anggota TNI aktif menjabat di BUMN.

Apa Dampak bagi Provinsi Jambi?

Isu keterlibatan perwira TNI aktif dalam jabatan sipil, sebagaimana dibahas dalam revisi Pasal 47 Ayat 2 UU TNI, juga memiliki relevansi dalam konteks Provinsi Jambi. Jika revisi ini disahkan, maka kemungkinan besar dampaknya juga akan terasa di tingkat daerah, termasuk Jambi.

  1. Jika revisi UU ini berlaku, maka peluang perwira TNI aktif untuk menduduki jabatan strategis di lembaga pemerintahan Jambi, seperti Dinas Sosial, Dinas Perhubungan, atau Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD), bisa semakin terbuka.
  2. Hal ini bisa berujung pada pengurangan porsi bagi ASN sipil dalam pemerintahan daerah dan berpotensi menghambat regenerasi kepemimpinan sipil di tingkat lokal.

Dampak pada Kebijakan Keamanan dan Sosial di Jambi

  1. Jambi memiliki sejumlah konflik agraria dan lingkungan, terutama terkait dengan perkebunan sawit, pertambangan, serta perhutanan sosial.
  2. Kehadiran perwira TNI aktif dalam jabatan sipil di instansi terkait bisa berpotensi mengubah pendekatan penyelesaian konflik, dari pendekatan sipil yang berbasis negosiasi dan hukum menjadi pendekatan yang lebih militeristik.
  3. Hal ini bisa menimbulkan resistensi dari kelompok masyarakat sipil dan aktivis lingkungan, yang selama ini memperjuangkan keadilan agraria dan lingkungan di Jambi.

Kaitan dengan Reformasi dan Demokrasi Lokal

  1. Pasca-reformasi 1998, peran militer dalam politik dan pemerintahan daerah mulai dikurangi untuk memastikan demokrasi berjalan dengan baik.
  2. Jika TNI aktif kembali diperbolehkan menduduki jabatan sipil di Jambi, maka hal ini bisa menjadi kemunduran dalam proses demokratisasi lokal.
  3. Hal ini juga bisa mempengaruhi netralitas birokrasi dan kebijakan daerah, terutama dalam konteks pemilihan kepala daerah (Pilkada).

Legitimasi Kebijakan yang Sudah Ada

  1. Saat ini, di Jambi sendiri sudah ada keterlibatan anggota TNI aktif dalam beberapa jabatan, terutama di sektor penanggulangan bencana (BPBD), sektor energi, dan keamanan transportasi.
  2. Jika revisi UU TNI ini disahkan, maka keterlibatan tersebut akan semakin dilegalkan dan diperluas, yang bisa mengurangi peran profesional sipil dalam sektor-sektor strategis daerah.

Kamu Harus Baca Juga ini :

Sungai Batanghari Bukan Jalur Tambang

Siaran Pers Sungai Batanghari Bukan Jalur Tambang Jambi- Problematika industri pertambangan Batubara dan proses pengangkutannya masih menjadi permasalahan serius yang belum bisa diatasi oleh Pemerintah Provinsi Jambi. Pasca dilantiknya Gubernur...

Read More