Jambi, 1 Mei 2021 – UU Omnibus Law Cipta Kerja khususnya digadang-gadang akan meningkatkan daya tarik berinvestasi di Indonesia karena penyederhanaan perizinan berusaha dan investasinya.Pemerintah sebagai pencetus UU ini juga sudah pasti menyadari potensi besar dampak yang diterima masyarakat dari perombakan sistem yang ditawarkan Omnibus Law Cipta Kerja. Buruh, petani, nelayan dan masyarakat adat merupakan kelompok rentan yang paling berdampak.jika Belum lagi sistem ekologis yang terancam akibat penyederhanaan perizinan bagi investor.
Agenda besar reforma agraria merupakan harapan rakyat untuk mewujudkan kesejahteraan mereka, dijadikan lip service oleh pemerintah, padahal UU ini ideologi dan pasal-pasalnya justru bertentangan dengan tujuan reforma agraria, karena melegitimasi monopoli dan penguasaan tanah oleh kelompok korporasi dan elit bisnis. UU ini memiliki agenda terselubung hendak mengobrak-abrik prinsip-prinsip pokok UUPA 1960, mendorong liberalisasi pasar tanah sehingga membahayakan keselamatan petani, buruh tani dan masyarakat agraris di pedesaan.
Pandemi COVID-19 yang merebak sejak 2020 lalu, telah menampilkan wajah asli dari kapitalisme yang rakus dan bengis. Jutaan buruh dipecat atas nama efisiensi, ribuaan hektar lahan warga direnggut, sementara Omnibus dikebut untuk disahkan setelah banyak protes terjadi dan menelan puluhan korban jiwa akibat kekerasan aparat.
Ekspansi dan eksploitasi sumberdaya alam oleh korporasi – korporasi transnasional dengan menggunakan tenaga kerja ( Buruh) murah menjadi persoalan yang serius dan harus segera diselesaikan. Dengan modal besar , eksploitasi sumber daya alam dan sumberdaya manusia terus terjadi, diaminkan oleh rezim pro investasi melalui pengesahan UU cipta kerja (Omnibus law) ditengah pandemi pengesahan UU cipta kerja terkesan terburu-buru dan lupa bahwa bahwa rakyat Indonesia sedang mengalami krisis yang disebabkan oleh pandemic, selain itu penghancuran sumberdaya alam, perampasan tanah, pemutusan hubungan kerja terus terjadi, lalu sebenarnya pemerintah berpihak kepada siapa, rakyat, pemodal, atau oligarki yang nyaman dan bertengger dengan kedok birokrasi.
2020 telah lewat, dan 2021 sudah setengah jalan. Bagi buruh, petani dan rakyat kampung kota hal yang sama dan lebih buruk masih akan menanti mereka. Gelombang pemecatan, perampasan lahan dan penggusuran masih akan terus terjadi di tengah-tengah merebaknya pandemi. Lalu bagaimana dengan para pemodal? Akan ada banyak ceruk-ceruk kapital yang akan dikonversi jadi nilai lebih ke kantung-kantung mereka. Tidak percaya? Coba tengok Omnibus Law yang sudah disahkan itu. Ada banyak sekali jaminan dan kepastian hukum dan finansial untuk merampas lahan, memecat buruh dan menggusur pemukiman.
Jika turun ke jalan adalah sesuatu yang sulit dan membahayakan. Sudah saatnya melakukan mogok massal di tempat kerja; di pabrik; di rumah; dan di mana pun!!!
Bangun Front Persatuan Nasional
Hidup Rakyat Indonesia