Jakarta, 6 Oktober 2020 – Senin, 5 Oktober 2020 DPR RI menggelar rapat paripurna pengesahan RUU Cipta Kerja. Pengesahan dilakukan secara senyap dan tergesa-gesa menjadi puncak pengkhianatan istana dan parlemen terhadap kepentingan rakyat. RUU Cipta Kerja disahkan setelah mendapat persetujuan bersama Pemerintah, DPR RI dan DPD RI. Suara penolakan dari berbagai elemen rakyat seperti organisasi buruh, petani, nelayan, akademisi, pegiat lingkungan hingga organisasi keagamaan tidak menghambat mereka melanjutkan persekongkolan jahat melahirkan produk hukum yang akan melanggengkan ketimpangan dan laju kerusakan lingkungan hidup.
Nur Hidayati, Direktur Eksekutif Nasional WALHI menyebut massifnya gelombang penolakan rakyat selama proses pembahasan RUU Cipta Kerja seharusnya membuat Presiden, DPR hingga DPD membatalkan proses pembahasan, bukan malah bersepakat dan mengesahkan RUU Cipta Kerja. Pengesahaan RUU yang pada draft awal disebut dengan nama RUU Cipta Lapangan Kerja (cilaka) menjadi cermin kemunduran demokrasi yang akan membawa rakyat dan lingkungan hidup pada keadaan cilaka sesungguhnya.
“Pengesahaan Omnibus Law RUU Cipta Kerja merupakan puncak pengkhianatan Negara terhadap hak buruh, petani, masyarakat adat, perempuan, dan lingkungan hidup serta generasi mendatang. Pilihan mengesahkan RUU yang tidak mencerminkan kebutuhan rakyat dan lingkungan hidup merupakan tindakan inkonstitusional. Hal ini yang membuat kami menyatakan mosi tidak percaya kepada Presiden, DPR dan DPD RI. Satu-satunya cara menarik kembali mosi tidak percaya yang kami nyatakan ini hanya dengan cara Negara secara sukarela membatalkan pengesahan RUU Cipta Kerja”, tambah Nur Hidayati.
WALHI mencatat beberapa hal krusial dalam ketentuan RUU Cipta Kerja terkait isu agraria. Ketentuan ini semakin melanggengkan dominasi investasi dan mempercepat laju kerusakan lingkungan hidup. Beberapa hal krusial tersebut, yaitu penghapusan izin lingkungan sebagai syarat penerbitan izin usaha, reduksi norma pertanggungjawaban mutlak dan pertanggungjawaban pidana korporasi hingga perpanjangan masa waktu perizinan kehutanan dan perizinan berbasis lahan. Mirisnya, RUU cipta kerja justru mengurangi dan menghilangkan partisipasi publik dalam ruang peradilan dan perizinan kegiatan usaha.
WALHI secara tegas menjatuhkan mosi tidak percaya dan mengambil sikap:
- Mengecam pengesahan RUU Cipta Kerja;
- Menyatakan pengesahan RUU Cipta Kerja merupakan tindakan inkonstitusional dan tidak demokratis yang harus dilawan dengan sehebat-hebatnya;
- Menyatakan pengesahaan RUU Cipta Kerja merupakan persekongkolan jahat proses legislasi yang abai pada kepentingan hak asasi manusia dan lingkungan hidup;
- Menyatakan pengesahaan RUU Cipta Kerja merupakan bentuk keberpihakan negara pada ekonomi kapitalistik yang akan memperparah kemiskinan dan hilangnya hak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat;
- Mengajak seluruh elemen rakyat untuk menyatukan barisan menolak serta mendorong pembatalan RUU Cipta Kerja;
Turut menyatakan:
1. WALHI Papua
2. WALHI Bali
3. WALHI Maluku Utara
4. WALHI Nusa Tenggara Barat
5. WALHI Nusa Tenggara Timur
6. WALHI Jawa Barat
7. WALHI DKI Jakarta
8. WALHI Jawa Tengah
9. WALHI Jawa Timur
10. WALHI DI Yogyakarta
11. WALHI Kalimantan Barat
12. WALHI Kalimantan Selatan
13. WALHI Kalimantan Tengah
14. WALHI Kalimantan TImur
15. WALHI Sulawesi Tengah
16. WALHI Sulawesi Barat
17. WALHI Sulawesi Selatan
18. WALHI Sulawesi Tenggara
19. WALHI Sulawesi Utara
20. WALHI Riau
21. WALHI Aceh
22. WALHI Bangka Belitung
23. WALHI Bengkulu
24. WALHI Jambi
25. WALHI Lampung
26. WALHI Sumatera Barat
27. WALHI Sumatera Selatan
28. WALHI Sumatera Utara
Narabung:
– edo rakhman +62 813-5620-8763
– wahyu a. perdana 082112395919