Workshop mengenai kehutanan di Jambi pada hari kedua, pada Jumat (23/5), Walhi Jambimemaparkan hasil diskusi kelompok.
Sebelumnya peserta workshop kehutanan ini dibagi ketiga kelompok. Kelompok masyarakat, kelompok civil society yang terdiri dari akademisi, dan terakhir dari sKPD atau pun dari sisi pemerintah.
Terakhir pemaparan dari pihak pemerintah. Mereka memaparkan ada banyak undang-undang terkait lingkungan. Namun terjadi ketidaksinkronan pemerintah pusat dengan pemerintah daerah. “Kalau bisa undang-undang itu diganti saja,” katanya menyatakan pendapatnya terhadap salah satu peraturan.
Ia juga mengatakan kekurangan di pemerintahan juga jadi masalah. “Bahkan di Muaro Jambi saja yang ada sekitar 150 desa dipetakan hanya 5 desa per tahun, karena kurangnya SDM,” ungkapnya.
Musri Nauli kemudian membuka diskusi bahwa fakta yang memalukan bahwa pemerintah hanya dapat membuat peta hanya lima desa dalam setahun. Dan itu memantik reaksi emosional dari Muslimin.
Ia mengatakan bahwa ia sudah mendapatkan gelar S2, dan mengatakan membuat peta itu tidak mudah katanya. “Saya merasa terhina,” ungkapnya kemudian keluar ruangan.
Namun hanya Muslimin yang merasa terhina dari kalangan SKPD. Diskusi kemudian dilanjutkan.
Pada akhir diskusi upaya Walhi menyusun fokus untuk mengukur bagaimana toleransi dan tingkat polusi yang sudah ada dalam masyarakat. Zen dari Warsi mengatakan bahwa perubahan yang terjadi pada lingkungan dan itu bisa menjadi indikator. (*)