Kertas Posisi
Koalisi Masyarakat Sipil Sumsel-Jambi-Babel untuk Perbaikan Tata Kelola Minerba
Momentum Koordinasi dan Supervisi (Korsup) KPK di 12 Provinsi, hingga saat ini dianggap efektif untuk memperbaiki persoalan tata kelola sektor minerba. Masyarakat sipil mendukung upaya yang dilakukanKPK ini sebagai upaya “memaksa” perbaikan tata kelola minerba. Dalam konteks monitoring dan evaluasi kemajuan Korsup, Koalisi Masyarakat Sipil Sumsel-Jambi-Babel menyampaikan kertas posisipercepatan perbaikan tata kelola minerba. Kertas posisi ini menyoroti tumpang tindih izin pertambangan di kawasan hutan, pencabutan izin dan tindak lanjutnya, potensi kerugian penerimaan, bencanaekologis dan kemanusiaan.
Tumpang Tindih Izin Pertambangan di Kawasan Hutan
Data Dirjen Planologi Kementerian Kehutanan (2014) menyebutkan terdapat tumpang tindih izin di kawasan hutan di Sumsel, Jambi, dan Babel. Di Sumsel misalnya, sebanyak 12 izin pertambangan tumpangtindih di dalam kawasan hutan konservasi, 21 izin di kawasan hutan lindung, dan 158 di kawasan hutan produksi (selengkapnya lihat Tabel 1)
Tabel 1. Jumlah Izin Pertambangan yang Tumpang Tindih di Kawasan Hutan
Provinsi
|
Kawasan Konservasi
|
Lindung
|
Produksi
|
Luas (ha)
|
Sumsel
|
12
|
21
|
158
|
801.160
|
Jambi
|
5
|
9
|
–
|
69.922,44
|
Bangka Belitung
|
7
|
44
|
70
|
158.276,67
|
JUMLAH
|
24
|
74
|
228
|
1.029.359,11
|
Sumber : Presentasi Dirjen Planologi Kemenhut, 29 April 2014, Palembang
Di Sumsel misalnya, sebanyak 53 izin pertambangan telah beroperasi produksi di kawasan hutan dengan luas total wilayah operasi mencapai 136.449 ha. Namun faktanya yang baru mendapatkan Izin PinjamPakai Kawasan Hutan (IPPKH) hanya 23 perusahaan saja dengan luas hanya 6.742 ha. Ini menunjukkan bahwa diduga sebanyak 30 perusahaan yang sudah beroperasi produksi melakukan tindakan illegal dikawasan hutan
Pencabutan Ijin dan Tindak Lanjutnya
Salah satu aksi dari Korsup KPK adalah melakukan pencabutan izin pertambangan, khususnya yang diklasifikasikan tidak Clean and Clear (CnC), tidak memiliki NPWP, melanggar aturan pertanahan, tata ruangdan lingkungan, termasuk tumpang tindih di kawasan hutan. Pada Korsup Minerba pada tanggal 3-5 Juni 2014 di Pangkalpinang, KPK meminta Gubernur dan Bupati melakukan penataan izin yang salahsatunya mencabut izin-izin yang bermasalah. Untuk Babel misalnya, dari total 1.085 izin pertambangan, KPK merekomendasikan mencabut 121 izin yang tumpang tindih di kawasan hutan. Namun dalamperkembangannya hingga hari ini, yang dicabut hanya sebanyak 8 izin (Presentasi Dirjen Minerba Kementerian ESDM pada Semiloka NKB, 11 November 2014, Jakarta). Data ini menunjukkan bahwa kepala-kepala daerah di Babel tidak serius dalam melakukan penataan izin sektor pertambangan. Untuk Sumsel , Jambi dan Babel perkembangan pencabutan izin dapat dilihat di Tabel 2.
Hal penting yang perlu digarisbawahi adalah memastikan izin yang sudah dicabut tidak beroperasi lagi di lapangan dan perusahaan yang telah dicabut izinnya tetap melaksakan kewajibannya.
Tabel 2. Jumlah IUP Yang Direkomendasikan untuk Dicabut oleh Korsup KPK
Provinsi
|
Jumlah Izin Yang Direkomendasikan
Untuk Dicabut di kawasan Hutan (Presentasi Korsup KPK di Palembang, Jambi dan Pangkalpinang, 2014
|
Yang Sudah Dicabut (berdasarkan presentasiDirjen Minerba, Kementerian ESDM, 11 Nov,Ancol, Jakarta
|
Sumsel
|
191
|
17
|
Jambi
|
198
|
184
|
Bangka Belitung
|
121
|
8
|
Potensi Kerugian Penerimaan
Berdasarkan perhitungan land rents yang mengacu pada PP No. 9 Tahun 2012 tentang Tarif dan Jenis Penerimaan Bukan Pajak, diperoleh selisih yang signifikan antara potensi penerimaan daerah danrealisasinya. Selisih antara realisasi penerimaan daerah dengan potensinya kami sebut sebagai potensi kehilangan penerimaan (potential lost). Hasil perhitungan yang dilakukan oleh Masyarakat Sipil Sumsel-Jambi-Babel untuk Perbaikan Tata Kelola Minerba di tiga provinsi di Sumsel, Jambi dan Babel menunjukkan bahwa sejak tahun 2010 hingga 2013 perkiraan potensi kerugian penerimaan mencapai Rp. 248,693Miliar lebih di Sumsel; Rp 50,467 Miliar lebih di Jambi; dan Rp.6,596 Miliar lebih di Bangka Belitung. Dengan demikian total potensi kerugian penerimaan di tiga provinsi tersebut adalah sebesar Rp. 305,757Miliar lebih. Informasi lengkap potensi kerugian Penerimaan per kabupaten di tiga Provinsi dapat dilihat di Lampiran 1.[2]
Bencana Ekologis dan Kemanuasian
Dampak ekologis dan kemanusiaan dari ekspansi industri tambang juga sangat serius. Bencana ekologis seperti banjir sebagai akibat dari perubahan bentang alam dan menurunnya daya dukung lingkunganyang diakibatkan oleh industri pertambangan di Babel misalnya bukan saja merusaka pemukiman dan pertanian masyarakat, tapi juga telah memakan korban jiwa. Pada tahun 2013 misalnya tercatat 4 orangtewas tenggelam akibat bencana banjir di sekitar kawasan tambang.
Contoh kongkrit lainnya adalah kematian akibat dari kecelakaan di lokasi tambang. Di Babel misalnya, pada tahun 20014 saja sebanyak 40 orang telah tewas di lubang galian tambang timah. Sementara padatahun 2013 korbannya jauh lebih besar, yakni mencapai 72 orang.
Terkait kesejahteraan, banyaknya izin pertambangan tidak berbanding lurus dengan peningkatan kesejahteraan masyarakat. Kab. Musi Banyuasin sebagai salah satu kabupaten yang banyak menerbitkan izintambang, yakni sebanyak 69 izin hingga 2013, ternyata tingkat kemiskinan pada tahun 2013 sangat tinggi, yakni mencapai 18,02% atau 34.277 jiwa dari total penduduk 617.000 jiwa (www.mubakab.go.id).
Industri pertambangan juga telah memicu konflik di banyak tempat. Sebagai contoh, di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung sejak tahun 2011-2013 saja telah terjadi 23 konflik di 6 kabupaten dan 1 kota yangterkena dampak dari ekspansi pertambangan timah.
REKOMENDASI
1. Pencabutan izin tidak hanya melihat aspek administrasi perizinan dan penerimaan negara, tetapi juga melihat aspek kerusakan lingkungan, pencemaran, konflik perusahaan tambang denganmasyarakat lokal dan bencana ekologi.
2. Buruknya tata kelola Minerba diakibatkan oleh rendahnya kepatuhan pelaku industri tambang terhadap peraturan perundang-undangan dan lemahnya penegakan hukum. Untuk itu memastikan izinyang sudah dicabut tidak beroperasi lagi di lapangan dan perusahaan yang telah dicabut izinnya tetap melaksakan kewajibannya
3. Mendesak aparat penegak hukum untuk memperkuat penegakan hukum dan kepada pemerintah untuk menindak tegas perusahaan tambang yang tidak patuh pada peraturan perundang-undangan.
4. Pencabutan izin tidak menghapuskan aspek pidana yang dilakukan oleh pelaku kejahatan lingkungan di sektor tambang. Proses hukum tetap berjalan.
5. Mendesak Gubernur untuk menerbitkan kebijakan moratorium tambang dan me-review seluruh izin tambang yang ada dan menertibkannya.
6. Meminta kepala daerah (Gubernur dan Bupati) untuk mencabut seluruh perda/perbub/SK yang mengobral izin untuk industri tambang dan berpotensi merugikan negara dan merusak lingkungan
7. Meminta KPK untuk mengusut semua pelaku kejahatan tambang di Sumsel, Jambi dan Babel yang merugikan keuangan Negara.
Lampiran 1
Potensi Kerugian Negara dari Land Rents Per Provinsi (2010-2013)
Provinsi/Kabupaten
|
Potensi Kehilangan Penerimaan Land Rents (Rp)
|
Provinsi Sumatra Selatan
|
Rp 248.693.418.245,69
|
Banyuasin
|
Rp 5.409.111.052,80
|
Empat Lawang
|
Rp 5.739.131.172,56
|
Kota Prabumulih
|
Rp 185.015.789,08
|
Lahat
|
Rp 175.514.950.979,68
|
Muara Enim
|
Rp 11.844.528.020,96
|
Muba
|
Rp 12.350.262.445,44
|
Musi Rawas
|
Rp 9.293.900.017,00
|
Ogan Ilir
|
Rp 3.277.169.769,80
|
Ogan Komering Ilir
|
Rp 20.602.185.754,98
|
Ogan Komering Utara
|
Rp 4.580.321.142,34
|
Ogan Komering Timur
|
Rp 7.091.652.465,30
|
Ogan Komering Selatan
|
Rp 3.047.509.040,28
|
Bagian Prov Sumatera Selatan
|
Rp (10.242.319.404,52)*
|
Provinsi Jambi
|
Rp 50.467.873.824,40
|
Batanghari
|
Rp 11.486.432.210,00
|
Bungo
|
Rp 2.758.948.805,40
|
Merangin
|
Rp 2.149.927.291,00
|
Muaro Jambi
|
Rp 8.899.187.651,80
|
Sarolangun
|
Rp 8.784.033.455,60
|
Tanjung Jabung Barat
|
Rp 8.048.072.999,00
|
Tebo
|
Rp 6.522.753.926,60
|
Bagian Prov Jambi
|
Rp 1.818.481.319,00
|
Provinsi Bangka Belitung
|
Rp 6.596.650.610,38
|
Bangka
|
Rp (8.178.436.337,16)
|
Bangka Barat
|
Rp (5.946.117.998,50)
|
Bangka Selatan
|
Rp 3.809.381.100,69
|
Bangka Tengah
|
Rp 5.738.721.241,48
|
Belitung
|
Rp (2.454.028.858,34)
|
Belitung Timur
|
Rp 1.346.931.847,09
|
Kep. Bangka Belitung Prov.
|
Rp (7.292.856.841,00)
|
Kota Pangkalpinang
|
Rp (183.323.396,20)
|
Asumsi : Nilai tukar USD mengacu pada data LKPP/APBN/APBN-P tiap tahun
*Tanda kurung menunjukkan nilai negatif/ minus (potensi lebih bayar)
Koalisi Masyarakat Sipil Sumsel-Jambi-Babel untuk Perbaikan Tata Kelola Minerba :
Walhi sumsel, Walhi Jambi, Walhi Babel, WBH, PINUS,Serikat Petani Sriwijaya, Serikat Nelayan Bangka, Persatuan Nelayan Belitong.
Contact person :
Direktur Walhi Sumsel Hadi Jatmiko – HP : 0812 7312 042, Anwar Sadat – HP: 08127855725, Nauli – 08127807513, Retno Budi – 08127828387
Jalan Sumatera 1 No 771 Kelurahan 26 Ilir Kecamtan Ilir Barat 1 Palembang
[1]Kertas Posisi koalisi masyarakat sipil yang dipersiapkan sebagai bahan dalam Rapat Koordinasi Korsup KPK sektor Mineral dan Batubara untuk wilayah Sumatra; Palembang 20 November 2014
[2] Data ini baru sebatas perhitungan land rents, belum termasuk menghitung royalti dan pajak untuk sektor pertambangan.