Peserta aksi berjalan dari Simpang BI sampai ke Kantor Gubernur |
“MENUJU KEBIJAKAN YANG ADIL DAN BERKELANJUTAN DALAM PENGELOLAAN SUMBER DAYA ALAM DAN LINGKUNGAN DI JAMBI”
Selama kurun waktu 10 tahun terakhir ini, Indonesia telah mengalami berbagai bencana dan konflik. Sebagian besar disebabkan pengelolaan sumber daya alam yang “salah urus” dan sama sekali tidak memikirkan aspek lingkungan hidup. 1
Pengelolaan sumber-sumber kehidupan rakyat semakin terancam dengan hadirnya kawasan industri ekstraktif. Pemerintah lebih mementingkan peningkatan pendapatan dari investasi industri ekstraktif ketimbang memikirkan sumber-sumber kehidupan rakyat yang semakin terancam dan mengakomodir adat dan kebiasaan masyarakat dalam pengelolaan lahan pertanian.
GrindSick, salah satu komunitas yang ikut aksi peduli lingkungan |
Ketidakberpihakan pemerintah kepada masyarakat juga dirasakan di Jambi pasca dikeluarkannya PERDA No 2 Tahun 2016 tentang pengendalian kebakaran hutan dan lahan. Jambi sebagai tempat percontohan (pilot project) berbagai macam program baik nasional dan internasional “dikesankan” sebagai contoh suksesnya penyelamatan lingkungan hidup dan pengelolaan sumber-sumber kehidupan. Padahal program-program yang telah dilakukan hanyalah “sekedar lipsservice” dari kemasan industri ekstraktif.
Industri ekstraktif telah menghancurkan dan merusak lingkungan hidup. Defortasi yang disebabkan karena penebangan hutan alam (illegal logging), kebakaran hutan dan lahan juga menambah laju cepatnya penghancuran bumi.
Begitu juga pembukaan hutan untuk Industri skala besar seperti perkebunan, pertambangan dan pembukaan kawasan gambut. Belum lagi pencemaran air akibat aktivitas PETI, pencemaran udara karena aktivitas angkutan batubara dan pengelolaan sampah rumah tangga yang belum maksimal.
Muara dari berbagai pengelolaan sumber daya alam oleh industri ekstraktif menimbulkan berbagai konflik. Data Walhi Jambi menunjukan dalam periode tahun 1998-2012 telah mengakibatkan 80 konflik yang merata dari daerah hulu mulai dari Kerinci, Sarolangun dan Merangin hingga daerah hilir seperti Muara Jambi, Tanjabar dan Tanjabtim, sebagian besar disebabkan “industri rakus lahan” yang juga berawal dari TIDAK ADANYA KEBIJAKAN YANG BERSUMBER DARI RAKYAT DAN PELIBATAN RAKYAT DALAM PERENCANAAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP DAN SUMBER DAYA ALAM YANG ADA.
DisHut, Dinas ESDM, Kepala Biro Ekonomi dan Pengembangan, saat sesi tanya jawab dan penjelasan dengan perserta Aksi |
Melalui moment peringatan hari bumi ini kami yang tergabung dalam komponen WALHI Jambi, Jaringan Walhi Jambi, Sahabat Walhi dan individu-individu yang peduli meminta Pemerintah Provinsi Jambi untuk :
- MENINDAK PERUSAHAAN PELAKU PEMBAKARAN HUTAN DAN LAHAN PADA TAHUN 2015 TANPA PANDANG BULU
- MENYELESAIKAN PERSOALAN KONFLIK AGRARIA YANG ADA DI JAMBI
- MENGHENTIKAN AKTIVITAS PETI DI HULU, DI DAS DAN SUB DAS BATANGHARI
- MEREVISI PERDA NI 2 TAHUN 2016 YANG SAMA SEKALI TIDAK MENGAKOMODIR DAN MENGHARGAI KEARIFAN LOKAL DAN ADAT ISTIADAT DALAM PENGELOLAAN LAHAN
Untuk Referensi :
1. Donas Irfanda : 0852 6614 4156
2. Deade : 0853 8223 4405